Senin, 16 November 2015

Retaknya Dwitunggal Soekarno-Hatta.


Moh. Hatta tiba tiba mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden RI pada 1 Desember 1956. Mundurnya wapres Hatta dari pemerintahan telah mengundang banyak pertanyaan dan reaksi dari berbagai kalangan. Pasca pemilu 1955 negara RI diguncang dengan bermacam persoalan bangsa dan Negara dan justru saat itulah masyarakat membutuhkan figure Wapres Hatta yang dikenal sangat jernih, tegas, dan tanpa kompromi dalam mengurus pemerintahan. Apa yang membuat Wapres Hatta mundur diri sebagai dwitunggal?
Sebenarnya diantara Presiden Soekarno dan Wapres Hatta sejak jaman pergerakan nasional telah memiliki perbedaan nyaa dalam memperjuankan politik kebangsaannya. Soekarno memilih aksi penggalangan massa untuk membangkitkan kesadaran berbangsa. Sebaliknya Hatta memilih jalan kaderisasi agar muncul banyak pemimpin bangsa yang menyuarakan pergerakan kebangsaan. Soekarno Hatta berselisih pandangan mengenai sikap non kooperasi yang harus dijalankan terhadap pemerintah Hindia belanda. Namun tatkala Jepang menduduki Indonesia, keduanya menyadari bahwa kepentingan pribadi harus disingkirkan dan kerja sama amat dibutuhkan untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka. Akhirnya kedua tokoh berjabat tangan dan Soekarno berkata kepada Hatta: ‘inilah janji kita sebgai dwitunggal. Inilah sumpah kita yang jantan untuk bekerja berdampingan dan tidak akan terpecah hingga negeri ini mencapai kemerdekaan sepenuhnya.’
Dalam detik detik proklamasi, peran Soekarno-Hatta amat menonjol sebagai dwitunggal yang saling melengkapi. Keduanya kemudian menjadi symbol persatuan dan kekuatan bangsa. Soekarno yang sebagai orator yang pandai menggalang kekuatan massa untuk membangun bangsa dan Hatta yang didikan Barat amat pandai dalam mengolah administrasi pemerintahan. Karena kedekatannya saat itu, dapat dikatakan dimana ada Soekarno disitu ada Hatta
Keretakan dwitunggal mulai tampak sejak pertengahan tahun 1950. Seiring berlakunya system cabinet parlementer , dwitunggal Soekarno-Hatta menjadi tidak punya gigi lagi dalam pemerintahan. Soekarno masih beruntung dapat duduk sebagai kepala Negara, tetapi Hatta sudah tidak memiliki kewenangan untuk menjalankan tugas tugas wapres. Dengan demikian, peran Hatta dalam pemerintahan seolah olah sudah tidak dibutuhkan.

Dimasa Soekarno menerapkan konsep Demokrasi Terpimpin, hubungan Dwitunggal pun semakin meregang. Perselisihan paham benar benar berada pada puncaknya ketika Presiden Soekarno mendekatkan diri pada PKI yang jelas sangat memusuhi Wapres Hatta. Kemudian Wpres Hatta pun tidak sependapat dengan eksperimen politik Nasakom yang didengung degungkan Soekarno. Apalagi presiden Soekarno pada Oktober 1956 pernah berpidato mengajak untuk mengubur semua partai, meskipun tidak pernah dilakukan.  Wapres Hatta tidak kuasa menahan kecewanya sebab dengan mendukung presiden berarti mengubur demokrasi multipartai dan parlementer yang merupakan unsur pokok kedaulatan rakyat. Karena itulah dengan sangat terpaksa Wapres Hatta mengundurkan diri dari jabatannya. Akibatnya pemerintahan presiden soekarno menjadi pincang dan semakin otoriter. Kondisi politik inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh PKI untuk menggalang massa menduduki jabatan pemerintahan dan menghasut pihak pihak antikomunis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar