Saat itu, kau datang padaku dengan isak tangis keras,
mengadu dan mengeluh seakan berharap aku yang akan menghapus airmatamu dan
menghilangkan isak tangismu. Seakan aku yang akan memelukmu dan menjagamu dari
kesakitan hati. Seakan berharap akan ku pungutkan butiran butiran hatimu yang
telah kau jatuhkan sendiri, kau pecahkan sendiri. Seakan ingin kau adukan pahit
getirnya masalahmu dan hiburmu dengan guyonan yang akan membuatmu terpingkal.
Seakan.
Tapi seakan itu. Aku lakukan. Ku punguti runtuhan hatimu,
kusatukan, ku rekatkan, ku padukan dengan kasih murniku sebagai seorang
perempuan. Tapi kau balas semua sembah perlakuan baikku dengan kepahitan.
Kepahitan yang hingga kini masih kau sisakan, kau tancapkan.
Kau jatuh hati padaku, setidaknya itu yang kau katakana
padaku. Aku mempercayainya dan aku membalasnya dengan murni. Aku membantu mu
berdiri dari jatuh sakitmua oleh gadis itu. Kau jatuh hati padaku, pada ke lugu
an ku yang merawatimu. Kau jatuh hati padaku, setidaknya itu yang kau utarakan
untuk mengelabuhiku sebagai pelarianmu.
Dan kini, dan hari ini, dan saat ini. Aku membuat sebuah
kesalahan, kesalahan kecil yang harusnya termaafkan oleh kata maaf saja. Namun
kau jadikan hal itu untuk meninggalkanku. Aku tau dari kata katamu kau
manfaatkan kesalahanku untuk menyudahi komitmen tak jelas ini. Aku tau kau
bosan denganku. Aku tau kau hanya mencari yang sempurna. Tapi tidakkah kau
sadar?! Tak ada yang sempurna di dunia ini.
Seharusnya aku sadar sejak awal, aku hanya perempuan lugu
yang dipermainkan, dijadikan budak pelarian perasaan. Bodoh! Begitu bodoh
diriku ini. Bahkan ketika kita jalan berdua bermesraan di siang hari. Kau jalan
berdua dengan gadis lain dimalam hari. Dan kini? Dan kini kau tinggalkan ku
untuk gadis yang telah menghancurkan hatimu, untuk gadis sebelum aku, untuk
gadis yang mungkin memang lebih baik dari aku.
Kau permainkan aku dalam gelap jalan, kau menyuruhku seakan
akan memang aku tunduk kepadamu, seakan aku ini pembantu bayaran mu. Yang kau
bayar dengan omong kosong cintamu!
Ku teguhkan hati sekuat mungkin saat kau gantungkan aku
selama seminggu, tanpa kabar pasti. Ku kuatkan tekadku untuk tetap berdiri. Ku
pasang topeng manis untuk menutupi semua sedihku. Ku pasang raut bahagia,
seakan bahagia. Seakan saja.
Kau tidak pernah tau rasanya menjadi seorang pelarian
semata. Menjadi seorang yang gelap mata tentang suatu hubungan.
Kau tidak pernah tau jika kata kata itu menancap tajam dan
keras di perasaan tulusku kepadamu, kau tidak pernah tau, dan selamanya tidak
akan pernah tau bagaimana sakitnya kau permainkan. Kau hanya ingin dapat yang
sempurna saja. Tak kan pernah kau dapat si sempurna itu.
Aku menyesal. Aku menyesal pernah menerimamu. Aku menyesal,
sungguh menyesal pernah mengijinkanmu merusak kebahagiaanku. Namun setidaknya
kaulah yang mengajarkan untuk tetap tersenyum sesakit apapun itu. Namun
setidaknya aku tau bahwa aku kuat. Aku tak lemah sepertimu yang meminta bantuan
untuk berdiri lagi. Setidaknya aku kuat menghadapi sakit ini. Aku kuat untuk
bangkit lagi. Kuat untuk memasang raut muka bahagia walau sebenarnya seakan
bahagia.
Terimakasih telah percaya padaku untuk membangkitkan
keterpurukanmu dulu, meski kini kau sudah bangkit dan memulainya lagi bersama
gadis itu J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar