Moh. Hatta tiba tiba mengundurkan diri dari jabatan wakil
presiden RI pada 1 Desember 1956. Mundurnya wapres Hatta dari pemerintahan
telah mengundang banyak pertanyaan dan reaksi dari berbagai kalangan. Pasca
pemilu 1955 negara RI diguncang dengan bermacam persoalan bangsa dan Negara dan
justru saat itulah masyarakat membutuhkan figure Wapres Hatta yang dikenal
sangat jernih, tegas, dan tanpa kompromi dalam mengurus pemerintahan. Apa yang
membuat Wapres Hatta mundur diri sebagai dwitunggal?
Sebenarnya diantara Presiden Soekarno dan Wapres Hatta sejak
jaman pergerakan nasional telah memiliki perbedaan nyaa dalam memperjuankan
politik kebangsaannya. Soekarno memilih aksi penggalangan massa untuk
membangkitkan kesadaran berbangsa. Sebaliknya Hatta memilih jalan kaderisasi
agar muncul banyak pemimpin bangsa yang menyuarakan pergerakan kebangsaan. Soekarno
Hatta berselisih pandangan mengenai sikap non kooperasi yang harus dijalankan
terhadap pemerintah Hindia belanda. Namun tatkala Jepang menduduki Indonesia,
keduanya menyadari bahwa kepentingan pribadi harus disingkirkan dan kerja sama
amat dibutuhkan untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka. Akhirnya kedua tokoh
berjabat tangan dan Soekarno berkata kepada Hatta: ‘inilah janji kita sebgai
dwitunggal. Inilah sumpah kita yang jantan untuk bekerja berdampingan dan tidak
akan terpecah hingga negeri ini mencapai kemerdekaan sepenuhnya.’
Dalam detik detik proklamasi, peran Soekarno-Hatta amat
menonjol sebagai dwitunggal yang saling melengkapi. Keduanya kemudian menjadi symbol
persatuan dan kekuatan bangsa. Soekarno yang sebagai orator yang pandai
menggalang kekuatan massa untuk membangun bangsa dan Hatta yang didikan Barat
amat pandai dalam mengolah administrasi pemerintahan. Karena kedekatannya saat
itu, dapat dikatakan dimana ada Soekarno disitu ada Hatta
Keretakan dwitunggal mulai tampak sejak pertengahan tahun
1950. Seiring berlakunya system cabinet parlementer , dwitunggal Soekarno-Hatta
menjadi tidak punya gigi lagi dalam pemerintahan. Soekarno masih beruntung dapat
duduk sebagai kepala Negara, tetapi Hatta sudah tidak memiliki kewenangan untuk
menjalankan tugas tugas wapres. Dengan demikian, peran Hatta dalam pemerintahan
seolah olah sudah tidak dibutuhkan.
Dimasa Soekarno menerapkan konsep Demokrasi Terpimpin, hubungan
Dwitunggal pun semakin meregang. Perselisihan paham benar benar berada pada
puncaknya ketika Presiden Soekarno mendekatkan diri pada PKI yang jelas sangat
memusuhi Wapres Hatta. Kemudian Wpres Hatta pun tidak sependapat dengan
eksperimen politik Nasakom yang didengung degungkan Soekarno. Apalagi presiden
Soekarno pada Oktober 1956 pernah berpidato mengajak untuk mengubur semua
partai, meskipun tidak pernah dilakukan.
Wapres Hatta tidak kuasa menahan kecewanya sebab dengan mendukung
presiden berarti mengubur demokrasi multipartai dan parlementer yang merupakan
unsur pokok kedaulatan rakyat. Karena itulah dengan sangat terpaksa Wapres
Hatta mengundurkan diri dari jabatannya. Akibatnya pemerintahan presiden soekarno
menjadi pincang dan semakin otoriter. Kondisi politik inilah yang kemudian
dimanfaatkan oleh PKI untuk menggalang massa menduduki jabatan pemerintahan dan
menghasut pihak pihak antikomunis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar